Cerita Bandung · Ceritaku · Kabar Terkini

Selalu Ada Alasan Atas Jalan yang Allah Takdirkan pada Kita

jakarta_at_night11

Proses itu terjadi begitu saja, cepat dan mudah. Namun kecepatan proses itu berbanding terbalik dengan kemantapan saya memutuskan hal ini. Saya perlu berpikir sampai jungkir balik beberapa hari, Istikharah beberapa kali dan membutuhkan petuah-petuah dari teman-teman saya untuk meyakinkan hal ini.

Saya duduk memeluk lutut di pinggiran geladah sambil buka kembali postingan saya di blog sekitar bulan Juli 2011, jelang dan sesaat setelah saya memutuskan hijrah ke Bandung. Saya harap dengan ini saya mendapat secercah kepercayaan dan keyakinan untuk diri saya sendiri. Saya baca dan hampir tidak percaya kalau waktu itu juga masih ragu dengan keberangkatan ke Bandung waktu itu. Ya, di awal saya memang merasa homesick, hampir nggak tau harus gimana, mati kutu lah pokoknya. Teman-teman saya di Bandung waktu itu cuma satu, Ajul doang, selain dia, nggak ada (kecuali teman-teman kantor tentunya).

Saya belum bawa motor saat itu, nggak tau arah ke mana buat ke mana. Apa-apa pasti tanya sana-sini, pokoknya nggak tau apa-apalah. Hingga perlahan demi perlahan, teman saya mulai banyak, saya nekad nyasar dengan motor saya untuk tau jalanan Bandung. Saya tau kalau mau beli ini harus ke mana, kalau butuh itu harus gimana, saya pun mengembangkan komunitas dan bisnis, makin banyak lah teman yang saya kenal. Untuk semua itu, saya perlu waktu 4 tahun, saya membentuk kenyamanan dengan cara saya sediri hingga menjadikan Bandung sangat nyaman dan enggan untuk meninggalkan kota ini. Terlebih saat itu terbesit dalam pikiran saya untuk tinggal selamanya di Bandung.

Namun, itu semua kudu berubah saat ini. Saya sekarang di Jakarta, mengulang masa-masa itu kembali. Dan entah kenapa sebelum memantapkan diri pindah di Jakarta, saya merasa super galau memikirkan masalah ini. Saya nggak tau karena apa, saya merasa ini hal yang berat, bahkan sangat berat. Padahal saya di Jakarta lebih punya banyak teman dibanding dengan waktu pertama saya pindah di Bandung.

Comfort Zone Area

Saya sangat nyaman dengan aktivitas saya sehai-hari, lingkungan saya, teman-teman saya, hingga pekerjaan saya sebelumnya. Namun sebuah tuntutan dan keinginan untuk mencapai target dan impian saya mau tak mau harus mengorbankan kenyamanan saya itu sendiri. Saya harus meninggalkan teman-teman saya, komunitas, lingkungan dan pekerjaan. Jadi di sini seolah saya mendengar encore dari suatu tempat, “kawiiiin San, kawiiinnnn…. Sudah tua”

Jujur, saat-saat paling dramatis justru saat saya bilang ke atasan saya sebelumnya kalau saya mau resign. Saya nggak bisa basa-basi alias ngomong ngalor-ngidul untuk intro dengan pengunduran diri saya karena susah mulut saya untuk bicara gini, saking tegangnya. Tak disangka, perkataan atasan saya waktu itu justu membuat saya merasa sangat diapresiasi begitu besarnya, ini belum pernah saya dengar sebelumnya selama 1,5 tahun ke belakang. Mungkin atasan saya sangat menyayangkan keputusan saya, namun beliau tidak bisa mencegah keinginan saya.

Saat-saat dramatis berikutnya ketika hari terakhir saya kerja, waktu itu saya hanya bisa menguatkan diri saya, tahan San, tahan San, kalau nggak ditahan mungkin sudah tumpah air mata saya. Apalagi saat itu satu persatu teman-teman saya menyampaikan harapannya, “Saya harap hari Senin besok mas Hasan ke kantor, absen, hari Selasa juga, Rabu juga, Kamis dan begitu seterusnya” Itu salah satunya dan saya harus mengambil tissue mengusap air mata, saya bener-bener nggak suka perpisahan!

Well, akhirnya saya sudah memutuskan dengan bulat. Dengan berat hati, saya meninggalkan Bandung yang bersejarah bagi kehidupan saya. Ini karena Awal-awal mungkin saya merasa homesick, mungkin saya belum kenal lingkungan saya, mungkin saya belum tau jalanan di Jakarta, mungkin saya nggak tau kalau ini itu harus ke mana atau ada factor X lain yang membuat saya sangat berat meninggalkan Bandung.

Senasib dengan Oshi

Oke point ini boleh diskip saja ya. Ini tentang Shinta Naomi JKT48 yang harus melepas team K3-nya, menyerahkan kepemimpinannya kepada rekannya, Kinal. Tak hanya lengser, Naomi juga pindah team, dan sekali lagi bukan lagi menjadi Kapten, tetapi anggota di team baru-nya. Naomi mengakui ini hal berat baginya, namun harus bagaimana lagi, dia harus menjalankan keputusan JOT ini. Ini bisa jadi serupa dengan saya ya? Oke, ini diskip saja ya

Titik Cerah

Ibu sudah mengetahui hal ini, saya bilang kepada ibu ketika hari raya lebaran waktu itu. Ibu tidak mempermasalahkan hal ini, yang penting baik bagi saya. Yang ibu saya khawatirkan justru alasan saya keluar kantor sebelumnya karena konflik, tapi Alhamdulillah bukan itu. Hubungan saya sama teman-teman saya dan boss saya di kantor-kantor saya sebelumnya sangat baik. Restu ibu sudah didapat, lantas apalagi yang saya ragukan?

Kalau kata Om Allan, ayah Raisa yang waktu itu bilang pada saya, “Kerja itu tujuannya ada dua, kalau nggak cari ilmu ya cari uang, sekarang tinggal kamu pilih mana,” Saya tau filosofis dari pesan Om Allan, kita tidak harus dipusingkan dengan kondisi luar lingkungan pekerjaan kita, yang penting do the best, niat ibadah lillahi ta’ala. Saya juga heran entah kenapa sampai saya bisa menceritakan semuanya kepada Om Allan, waktu itu pas puasa juga saya bercerita tentang rencana kepindahan saya ini, beliau hanya bilang Alhamdulillah.

Saya tau ini semua pasti akan terjadi pada siapapun, umur berapapun. Semua orang pasti suatu saat harus keluar dari comfort zone, entah dalam hal yang bagaimana. Semuanya memang harus perlahan berubah, mengikuti jalan takdirNya, kita menjalani saja. Saya tau, Allah mengantarkanku sampai di sini untuk satu alasan yang jawabannya saya akan ketahui nanti setelah saya menjalaninya.

Saya nggak tau di sini sampai kapan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, 2 tahun atau bahkan selamanya? Yang jelas prinsip saya, ketika saya lelah saya harus bertahan satu hari lagi, satu hari lagi dan begitu seterusnya. Meminjam lirik lagu JKT48 yang Shonichi, “Impian ada di tengah peluh, bagai bunga yang mekar secara perlahan, usaha keras itu tak akan mengkhianati”

Doakan saya ya,…..

One thought on “Selalu Ada Alasan Atas Jalan yang Allah Takdirkan pada Kita

Balas Komentar Ini